“Ingat, salah satu pihak yang terus mengingatkan bahaya eksploitasi politik identitas di Pilpres 2019, selain mantan Presiden SBY waktu itu, adalah Surya Paloh,” kata dia.
Kedua, lanjut Umam, Paloh sempat menjadi pihak yang paling menolak Gerindra dan Prabowo masuk koalisi pemerintah usai Pilpres 2019. Dengan demikian, katanya, silaturahmi Paloh-Prabowo telah diletakkan di atas visi politik kebangsaan yang berbeda secara fundamental.
Di sisi lain, kata Umam, Paloh dan Prabowo juga memiliki model kepemimpinan yang berbeda. Menurut dia, Paloh merupakan salah satu Ketum partai politik yang sejak awal ingin menjadi King Maker.
Sehingga, katanya, sulit bagi Paloh jika langkah politik partainya dikunci oleh partai lain yang ingin mengusung sosok tertentu.
Menurut Umam, itu pula alasan Nasdem sejak awal juga menolak ikut Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dipimpin Golkar. Sebab, Golkar sejak awal mengatakan diri akan mengusung Ketua Umum Airlangga Hartarto.
“Dalam konteks pertemuan Paloh-Prabowo, saya juga berkeyakinan Paloh menolak dikunci langkahnya demi pencapresan Prabowo,” katanya.
“Terlepas dari itu, pertemuan keduanya tetap baik dalam politik, untuk meminimalkan potensi gesekan di akar rumput saat berbeda koalisi dalam kontestasi Pilpres 2024 nanti,” katanya.
(thr/DAL)