Demikian disampaikan pengamat politik Semarang Institute, Muhammad Dasuki, Rabu (21/8).
“Seakan sudah menjadi tradisi di Golkar tidak pernah ada Ketum yang menjabat dua periode pasca reformasi. Jika Airlangga terpilih, tradisi itu akan sirna dengan sendirinya,” jelas Dasuki.
Dalam penilaian Dasuki, Airlangga punya modal kuat untuk kembali memimpin Golkar. Dia telah membuktikan diri punya kemampuan, prestasi, dedikasi, loyalitas, dan juga tidak tercela.
“Semua syarat kepemimpinan itu ada dalam sosok Airlangga,” cetus Dasuki.
Dasuki menegaskan, Airlangga berhasil mematahkan prediksi sejumlah kalangan yang menyebut, suara Golkar bakal anjlok pada Pemilu 2019. Airlangga membuktikan raihan suara Golkar naik dua kali lipat dibanding prediksi sejumlah lembaga survei sebelum Pemilu.
Padahal, sambung Dasuki, Airlangga menjabat Ketum Golkar sejak Munaslub 2017, hanya memiliki waktu satu setengah tahun untuk menyiapkan Golkar menghadapi Pemilu 2019.
“Saat Airlangga menerima jabatan tersebut, kondisi Golkar juga sedang terpuruk karena persoalan hukum ketum sebelumnya, Setya Novanto. Ditambah konflik internal,” jelas Dasuki.