Majelis Etik yang digagas Airlangga Hartanto jelang Musyawarah Nasional (Munas) Golkar dianggap bisa membawa persepsi negatif dari masyarakat terhadap partai berlambang beringin itu.
Hadirnya badan tersebut menjelang Munas Golkar tentu membuat internal partai dan masyarakat bertanya-bertanya. Karena itu, demi transparansi, Airlangga harus menjelaskan maksud badan tersebut.
Pengamat politik Silvanus Alvin mengatakan, sejauh ini, pembentukan Majelis Etik tidak bisa dilepaskan gambarannya sebagai alat Airlangga untuk mengamankan kursi Ketua umum Golkar.
Hal ini pula yang membuat sebagian kader Golkar menolak dengan keras pembentukan Majelis Etik tersebut.
“Dari pemberitaan yang saya cermati, memang pembentukan majelis etik itu bernuansa politis sekali, karena memang dibentuk jelang pemilihan ketua umum Golkar periode mendatang. Majelis etik itu memang dibentuk pada Mei 2019, tapi saat itu tidak ada gejolak politik apa-apa. Hal ini tentu menimbulkan pertanyaan, kenapa kegaduhan baru terjadi saat ini,” kata Alvin di Jakarta.
Menurut dia, motif Airlangga membentuk Majelis Etik itu untuk menindak kader-kader Golkar yang melanggar, seperti korupsi, perlu diapresiasi.