“Kalau sektor perikanan hanya bisa mengakses sekitar 0,28 persen dari total penyaluran kredit perbankan sebesar Rp 5.290 triliun,” tuturnya.
Ironinya, ujar Fathan, berbagai skema kredit khusus nelayan yang digagas pemerintah juga belum bisa optimal. Program Jaring (Jangkau, Sinergi, dan Guidline) yang digagas OJK dan Kementerian Kelautan dan Perikanan sejak 2015 misalnya, meski menunjukkan tren positif tapi secara nominal penyaluran belum terlalu besar.
“Sedangkan Badan Layanan Umum Lembaga Pengelola Modal Usaha Kelautan dan Perikanan (BLU-LPMUKP) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan juga banyak dikeluhkan nelayan karena proses verifikasinya mirip lembaga layanan perbankan pada umumnya,” katanya.
Wakil Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menilai pemerintah memerlukan inovasi pembiayaan agar akses kredit untuk nelayan kian luas. Menurutnya, nelayan sangat membutuhkan modal produksi untuk membeli kapal dan modal operasional untuk melaut.
Ketercukupan modal ini akan memberikan peluang bagi nelayan untuk meningkatkan potensi pendapatan.
“Ketersediaan akses kredit dari pemerintah akan memutus rantai ketergantungan nelayan kepada para tengkulak yang kerap menyediakan kredit dengan bunga tinggi” katanya.