Itulah sebabnya, lanjut Viktus, sebagai aktivis di Partai Golkar, secara sadar saya menempuh pendekatan kritik-otokritik demi kemajuan partai.
“Sayangnya pola kritik-otokritik itu tidak disukai Airlangga. Saya punya beberapa bukti peristiwa bahwa Airlangga tidak menyukai sikap kritis saya, padahal saya berbicara dalam ranah dan logika kelembagaan partai, bahkan untuk menjaga kehormatan lembaga Ketua Umum yang sedang melekat pada dirinya,” tegas pria yang juga Sekretaris Badan Kajian Strategis dan Intelijen (Bakastratel) DPP Partai Golkar itu.
Mantan Sekjen Presidium GMNI dan Aktivis Mahasiswa 1998 ini juga menegaskan, sudah tiba saatnya seluruh pemangku kepentingan di Partai Golkar melakukan koreksi terhadap kepemimpinan Airlangga yang anti-kritik. Partai Golkar memerlukan pemimpin baru yang menjadi garansi terjaga dan terawatnya budaya demokrasi di tubuh Partai Golkar.
“Saya pribadi memandang bahwa pemimpin baru yang dibutuhkan Partai Golkar saat ini adalah Bamsoet,” pungkasnya.