“Memang menjadi kemelut kalau ada sesuatu atau masalah yang oleh kader dianggap keliru. Karena ada beberapa orang tak mengindakan aturan organisasi,” tuturnya.
Di Partai Golkar, kata Mirwan, banyak aturan yang mestinya mengikat semua kader dan pengurus. Keputusan dan sikap itu harus keluar dari kemufakatan. Bukan dari keputusan seorang ketua umum.
“Jadi Golkar selalu ngambil keputusan melalui kemufakatan. Itulah demokrasi yang ditontonkan Golkar pasca-reformasi. Maka tak ada satu orang yang berkuasa di Golkar, yang berkuasa adalah kemufakatan,” kata dia.
Direktur Eksekutif IPS, Alfarisi Thalib berpendapat, Partai Golkar tetap jaya dan kuat walaupun banyak cobaan dan konflik. Partai Golkar tidak gagal melajukan kaderisasi, karena struktur mereka sudah berjalan. Kekuatan utama Golkar juga bukan personal ataupun kader.
“Tapi yang bikin Golkar kuat adalah sistem partai, aturan partai, dan ideologi partai. Walaupun dihajar, katakanlah oleh pecahannya, tapi tetap dapat suara banyak,” ujarnya.
Alfarisi menjelaskan, kemelut di Partai Golkar menjelang Munas 2019 terjadi karena beberapa faktor. Pertama, terkait dengan tata kelola partainya. Sebab, sejak 2014 sampai sekarang, Partai Golkar terus menerus silih berganti, sehingga muncullah dualisme kepemimpinan. Setelah dualisme itu mereda, muncul lagi isme-isme yang lain.