Di satu sisi, ada yang setuju. Di sisi yang lain, ada yang tidak setuju. Eddy mengatakan pemerintah berupaya mengakomodasi semua pihak.
“Ada yang minta itu [kohabitasi] dihapus, kenapa harus negara [yang] mengatur. Tapi, di tempat lain, ‘kok itu delik aduan, ini kan sudah merusak tatanan masyarakat, siapa pun bisa melapor’. Kalau kita ikuti yang hapus [Pasal] kohabitasi, masyarakat lain akan protes. Begitu pun sebaliknya,” ucap Eddy.
Sebelumnya, Eddy juga mengatakan RKUHP masih belum diberikan pemerintah ke DPR lantaran masih banyak salah ketik atau tipo.
Menurut Eddy, salah ketik atau tipo yang masih ada tergolong vital karena mempengaruhi makna dari pasal-pasal terkait.
“Mengapa kita belum serahkan? Itu masih banyak tipo. Kita [masih] baca,” ungkap Eddy di Gedung DPR, Jakarta.
(ryn/bmw/bmw)