“Maka pemilik modal makin besar perannya. Maka, ekonomi, dinasti dan politik campur aduk,” kata Jimly.
Melihat hal itu, Jimly menilai proses de-Institusionalisasi politik di Indonesia makin besar. Hal demikian terjadi karena belum berjalannya sistem yang secara ketat mengatur ruang bagi para politisi yang berlatar belakang sebagai pebisnis. Sehingga konflik kepentingan di kalangan para pejabat pun tak bisa dihindarkan.
Jimly lantas mengusulkan upaya penguatan pelembagaan dan konsolidasi politik bisa dilakukan mencegah de-Institusionalisasi politik tersebut. Ia juga menilai upaya itu berguna bagi Indonesia untuk memperkuat tata kelola negara yang bertumpu pada sistem. Bukan sekadar bertumpu pada figur.
“Semakin besar dan modern suatu organisasi, ketergantungannya pada sistem semakin tinggi. Semakin kecil dan tradisional suatu organisasi, ketergantungannya pada faktor figur semakin kuat,” kata dia.
Terpisah, Wakil Ketua Umum Partai Ummat, Buni Yani membantah tudingan Jimly tersebut. Ia menilai Jimly belum mengerti seluk beluk pendirian Partai Ummat.
“Pak Jimly kurang memahami bagaimana partai ummat pembentukannya. Jadi Pak Jimly kurang memahami,” kata Buni Yani.