“Tujuannya mendukung penyandang disabilitas untuk menghilangkan hambatan yang dihadapinya dalam memberikan keterangan sebenar-benarnya dengan mandiri,” katanya.
“Dengan begitu, tidak akan ada nilai kekuatan pembuktian dari keterangan saksi atau korban penyandang disabilitas yang dilemahkan atau dihilangkan karena hasil suatu pemeriksaan kesehatan jiwa,” sambung koalisi.
Selanjutnya, draf Pasal 25 ayat 6 yang mengatur, ‘Keterangan Saksi dan/atau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) wajib didukung dengan penilaian personal sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai akomodasi yang layak untuk Penyandang Disabilitas dalam proses peradilan’.
Mereka menilai pasal ini juga sebagai bentuk kekeliruan pembentuk RUU TPKS dalam memahami fungsi dari penilaian personal bagi penyandang disabilitas yang berhadapan dengan hukum. Koalisi berkata, penilaian personal seharusnya dimaknai sebagai dasar penyediaan akomodasi yang layak, bukan alat untuk mengukur nilai keterangan saksi atau korban.
Koalisi menilai RUU TPKS ini seharusnya mampu mendukung penyandang disabilitas untuk memberikan keterangan terhadap kasus kekerasan seksual yang menimpanya, apapun kondisinya.