“Fraksi NasDem juga sudah berkomunikasi dengan jaringan masyarakat sipil dan Komnas Perempuan. Karena itu naskah akademik dan draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual adalah hasil perumusan bersama dengan jaringan masyarakat sipil Indonesia” imbuhnya.
Fraksi NasDem, kata Taufik Basari, juga membuka altenatif judul selain RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, yakni RUU Perlindungan Korban Kekerasan Seksual yang bisa disingkat menjadi RUU PKKS atau RUU Pungkas, agar terdapat kebaruan dalam prosesnya. Kebaruan itu, lanjutnya, penting supaya tidak berkutat pada perdebatan yang sama seperti periode lalu.
“Kita juga mendorong agar pembahasan dapat dilakukan di Baleg bukan di Komisi VIII DPR karena isunya adalah lintas komisi” tambahnya.
Urgensi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual juga terkait bagaimana korban berpotensi mengalami viktimisasi berganda ketika berhadapan dengan hukum, kurangnya sensitifitas aparat dalam menangani kasus kekerasan seksual termasuk adanya karakteristik khusus pada kasus kekerasan seksual yang mesti ditangani secara khusus pula.
Taufik menuturkan sebenarnya pembahasan awal RUU PKS pada Desember 2019 merupakan usul inisatif anggota Fraksi NasDem. Tetapi setelah rapat paripurna DPR, pimpinan Komisi VIII DPR meminta agar RUU tersebut diubah statusnya menjadi usulan Komisi VIII DPR.