“Sama saja pemerintah meracuni masyarakatnya. Ini sangat tidak baik jika memang isu ini yang terangkat,” katanya.
Yang ketiga persoalan pengadaan barangnya. Menurut Abdul Hadi, dalam pengadaanya dikuasi oleh pengusaha yang memiliki akses besar. Artinya pengusaha yang kuat, seharusnya ada sub contrak pada pengusaha kecil yang ada di daerah.
Justru sebaliknya jika bansos ini dilakukan secara tunai, maka yang akan makmur itu adalah warung-warung yang ada disekitar penerima.
“Bayangkan di satu kampung dan satu desa ada 50 orang yang menerima sebesar Rp 500 ribu. Maka omzet yang beredar dikampung tersebut bisa mencapai Rp25 Juta dalam satu bulan,” ujarnya.
Jika memang benar pemerintah provinsi ingin mensejahterakan rakyatnya, Ia meminta segera dilakukan evaluasi terkait pemberian bansos secara non tunai dan dialihkan ke bantuan langsung tunai.
“BLT akan mengurangi resiko yang sangat besar. Bulan depan bansos non tunai harus bisa dialihkan ke bantuan langsung tunai. Ini yang harus dilakukan gubernur,” katanya.
Diberitakan sebelumnya, komoditi telur untuk bantuan sembako Gubernur Jawa Barat, M. Ridwan Kamil ditemukan dalam kondisi membusuk sebelum bantuan tersebut disalurkan. Bahkan angkanya mencapai 4 ton telur.