Akomodasi terhadap partai politik dalam skala luas juga membuat NU tak lagi punya keistimewaan dengan partai politik tertentu. Dalam konteks ini Gus Yahya pernah menyatakan menolak NU menjadi alat politik satu partai, yakni PKB.
Dia tak menampik ada hubungan NU dan PKB. Hubungan yang dia sebut tumbuh secara alami lantaran PKB diinisiasi, dideklarasikan oleh pengurus-pengurus PBNU.
“Tapi, sekali lagi tidak boleh lalu NU ini jadi alat dari PKB atau dikooptasi dengan PKB,” kata Yahya, Rabu (29/12).
Pernyataan Gus Yahya ini diragukan bisa melepaskan NU dari cengkeraman partai politik. Sebaliknya, justru berpotensi membawa NU ke era keterlibatan dalam politik praktis yang lebih dalam.
“Penempatan nama-nama seperti bendahara umum, [hingga] sekretaris jenderal, saya pikir itu agak kontradiktif dengan narasi besar yang disampaikan Gus Yahya tentang kembali ke spirit khittah 1926 atau menarik garis tegas politik praktis dengan PBNU,” kata Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic), Khoirul Umam, Kamis (13/1).
“Ini berpotensi membawa PBNU ke era politik praktis yang lebih dalam,” sambungnya.