Ketika kader partai politik merasuk ke tubuh PBNU, perannya akan sulit dibedakan lagi, apakah sebagai jamiah atau kader parpol. Atas hal itu, Khoirul menyebut kemungkinan PBNU menjadi alat politik semakin terbuka.
Menurutnya, kader-kader parpol di kepengurusan PBNU kemungkinan akan bermain secara individu dengan menggunakan otoritas keislaman PBNU sebagai bancakan politik.
“Dikhawatirkan jargon politik praktis dengan PBNU hanya berhenti di ketua umum, tapi dalam konteks politik praktis di-franchise-kan, sehingga penggunaan otoritas keislaman NU itu jadi bancakan sana-sini,” tuturnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin, menyatakan langkah Gus Yahya menempatkan sejumlah kader parpol di kepengurusan PBNU memiliki dua dampak, positif dan negatif.
Dampak positif, menurutnya, NU bisa hadir di berbagai kekuatan politik. Sedangkan dampak negatif, lanjut dia, independensi PBNU akan diragukan karena sulit menjaga jarak dengan parpol. Pernyataan ini sekaligus menolak argumentasi Gus Yahya bahwa politik akomodasinya untuk menjaga jarak dengan partai politik.