Partaiku.id – Jakarta bersiap menggelontorkan dana besar untuk trotoar—sebuah fasilitas yang sering dilupakan namun vital bagi wajah kota yang ramah. Anggaran sebesar Rp407 miliar telah disiapkan dalam APBD 2025, tersebar di tiga dinas: Bina Marga, Sumber Daya Air, dan Perumahan. Tapi bagi Kevin Wu, anggota DPRD DKI dari Fraksi PSI, angka fantastis itu bukan alasan untuk euforia—melainkan alarm.
“Trotoar itu bukan proyek hiasan,” tegas Kevin, Senin (28/4/2025). “Ia adalah simbol keberpihakan kita pada warga kota yang berjalan kaki, difabel, anak-anak, dan lansia. Kalau ini dikerjakan setengah hati, kita bukan sedang membangun fasilitas—tapi membuang uang.”
Menurut Kevin, proyek-proyek infrastruktur kerap gagal bukan karena kurang dana, melainkan kurang visi. Ia menyoroti bagaimana pembangunan acap kali lebih sibuk mengejar target fisik ketimbang manfaat jangka panjang. Dengan target pembangunan dan perawatan seluas 140 ribu meter persegi trotoar, Kevin mendesak agar proyek ini dikawal dengan prinsip keterbukaan dan partisipasi publik.
Jangan Ulang Drama “Baru Dibangun, Sudah Dibongkar”
Kevin menyoroti bahwa trotoar Jakarta sering jadi korban tabrakan agenda antardinas. Baru dibangun, bisa rusak karena proyek drainase. Baru diperbaiki, digali lagi untuk instalasi kabel bawah tanah. “Kita perlu satu peta jalan. Trotoar jangan lagi jadi halaman belakang kebijakan kota,” ujarnya.
Ia pun mendorong pendekatan berbasis data dan laporan warga. Aplikasi seperti Qlue atau JakLapor semestinya diintegrasikan dalam sistem pemeliharaan. “Kalau warga tahu trotoar rusak dan sudah lapor, kenapa perbaikannya baru datang setelah setahun?” sindirnya.
Membangun Trotoar, Membangun Kepercayaan
Bagi PSI, trotoar bukan sekadar jalan setapak, melainkan ruang publik yang mencerminkan seberapa serius pemerintah menghormati hak warganya. Kevin menuntut minimal 40% dari total anggaran dialokasikan khusus untuk pemeliharaan, bukan hanya pembangunan baru.
Lebih dari itu, ia meminta pemerintah menetapkan standar teknis yang tegas: lebar minimal 2 meter, permukaan rata dan tidak licin, serta bebas dari genangan air. Vendor yang tidak memenuhi spesifikasi harus disanksi. “Pekerjaan yang buruk itu bukan hanya merugikan uang negara, tapi juga membahayakan nyawa,” tegasnya.
Komunitas Trotoar dan Audit Publik
Untuk memastikan proyek tidak keluar jalur, Kevin mendorong pelibatan warga sejak tahap desain. Musyawarah kelurahan bisa jadi ruang dialog tentang kebutuhan nyata di lapangan. Ia juga mengusulkan pembentukan komunitas “Trotoar Bersih” yang aktif mengawasi kualitas pekerjaan.
Terakhir, audit berkala oleh lembaga independen seperti BPK atau Bawasda dianggap wajib. “Trotoar itu hak dasar warga kota. Dan hak itu hanya bisa terwujud lewat tata kelola yang transparan, akuntabel, dan berpihak,” tutup Kevin.