Padahal, imbuhnya, AD/ART adalah konstitusi partai, jantungnya organisasi, sehingga pelanggaran terhadapnya sama saja dengan mematikan mesin kepartaian.
“Sejak 2018 hingga kini, tidak ada inisiatif dari Ketua Umum untuk melaksanakan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas). Ini bertentangan dengan Anggaran Dasar Pasal 32 Ayat 4 C yang manyatakan Rapimnas dilaksanakan sekurang-kurangnya dalam waktu setahun oleh DPP,” kata Sirajuddin.
Sirajuddin mengatakan, sejak Rapat Pleno terakhir pada 27 Agustus 2018, Ketua Umum tidak pernah lagi menyelenggarakan Rapat Pleno. Hal tersebut dinilai telah bertentangan dengan Keputusan Dewan Pimpinan Pusat No KEP-138/DPP/GOLKAR/VIII/2016 Pasal 70 Ayat (1) a, yang menyatakan Rapat Pleno dilakukan sekurang-kurangnya satu kali dalam dua bulan.
Sementara itu Ketua DPP Partai Golkar Fatahillah Ramli menambahkan, langkah Airlangga Hartarto mendiamkan pelaksana tugas (Plt) diduga untuk melanggengkan kekuasaannya.
Menurutnya jika Musyawarah Luar Biasa Daerah terlaksana, dan para peserta memilih Ketua yang berseberangan dengan Ketua Umum, karir Airlangga Hartarto sebagai Ketua Umum bisa dipastikan selesai.