Partaiku.id – Anggota DPR RI dari Fraksi PKS, Rofik Hananto menilai kebijakan hilirisasi pertambangan pemerintah yang awalnya bertujuan untuk meningkatkan nilai tambah hasil tambang dalam negeri tidak sesuai amanat Undang-Undang.
Menurutnya, Pasal 103 UU Minerba No. 3 Tahun 2020 mengamanatkan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah di sektor hulu, baik yang logam seperti nikel maupun non logam seperti batubara sehingga Indonesia tidak hanya mengekspor biji mentah saja melainkan juga memiliki industri pengolahan dalam negeri. Namun Rofik menilai pemerintah tidak siap dalam mengoptimalkan kebijakan tersebut.
“Masalah utamanya muncul ketika kita sendiri tidak siap melakukannya. Para pemain dalam negeri kurang berperan, sehingga lebih banyak dimanfaatkan oleh pihak luar. Memang smelter banyak didirikan tetapi sebagian besar dimodali dan dimiliki oleh asing. Smelter tersebut juga hanya memproduksi olahan bernilai tambah rendah berupa feronikel dan Ni Matte. Sebagian besar olahan ini juga diekspor ke Cina dengan harga yang murah tanpa adanya pajak ekspor,” ujar Anggota DPR RI Komisi VII tersebut.