Dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini, Syaikhu menjelaskan, seharusnya yang Pemerintah lakukan adalah memberikan insentif agar laju pertumbuhan yang terus menurun dapat ditahan agar tidak semakin menurun.
Apalagi menurut data BPS, sektor transportasi dan pergudangan mendapatkan pukulan yang paling telak, hingga mengalami pertumbuhan -30,84%.
“Berikan insentif pada sektor transportasi. Bukan malah menaikan tarif tol. Ini jelas aneh,” tegas Syaikhu.
Apalagi kata Anggota F-PKS DPR RI itu, kenaikan tarif Golongan II sebesar 15,38%, dari yang semula sebesar Rp 13.000,- menjadi Rp 15.000,- sangat memberatkan.
Sebab, pemilik kendaraan jenis ini di dominasi oleh pengusaha kecil dan menengah (UMKM). Berbeda dengan kendaraan niaga Golongan IV dan V (yang sekarang menjadi Golongan III) yang kebanyakan dimiliki oleh korporasi.
“Sudah jelas ini akan sangat memberatkan. Karena kenaikan tarif tol ini seperti menyasar pelaku UMKM,” kata Syaikhu.
Angka kenaikan bagi golongan II ini juga melebihi angka inflasi untuk wilayah Kota Medan periode 1 November 2017 – 31 Oktober 2019 sebesar 5,72 %. Sehingga hal ini jelas melanggar Pasal 68 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2005 tentang Jalan Tol, dimana kenaikan tarif tol tidak boleh melebihi angka inflasi tersebut.