Partaiku.id – Langkah Pemerintah Amerika Serikat yang dipimpin Presiden Donald Trump untuk memberlakukan tarif resiprokal terhadap Indonesia sebesar 32 persen dari basis tarif 10 persen yang berlaku umum, menuai respons dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menanggapi kebijakan tersebut, anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi PKS, Muhammad Kholid, menekankan bahwa pemerintah Indonesia harus segera merespons dengan pendekatan diplomasi perdagangan yang cermat dan tak gegabah. Menurutnya, reaksi yang keliru seperti retaliasi terburu-buru justru berisiko menimbulkan kerugian lebih besar bagi perekonomian nasional.
“Langkah yang harus ditempuh adalah memperkuat diplomasi dagang, baik di level bilateral maupun multilateral, bersama negara-negara lain yang turut terkena dampak kebijakan ini,” ujar Kholid dalam pernyataannya, Sabtu (5/4/2025).
Ia juga mendorong agar pemerintah segera mengupayakan renegosiasi terkait skema Generalized System of Preferences (GSP) serta menyasar hambatan non-tarif yang diberlakukan oleh AS. Di sisi lain, diversifikasi pasar ekspor menjadi keharusan, termasuk membidik kawasan potensial seperti Eropa, Afrika, Timur Tengah, dan negara-negara BRICS.
“Pasar global kini tengah mengalami pergeseran besar pasca keputusan tarif Presiden Trump. Kita tak bisa hanya bergantung pada satu negara tujuan ekspor,” jelasnya.
Kholid menyoroti bahwa industri padat karya Indonesia seperti tekstil, garmen, mebel, elektronik, dan peralatan otomotif sangat bergantung pada ekspor ke pasar AS. Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah perlu segera menyiapkan dukungan fiskal untuk sektor-sektor yang paling rentan terhadap tekanan ini.
“Tanpa perlindungan fiskal yang memadai, potensi pemutusan hubungan kerja massal (PHK) sangat mungkin terjadi. Ini akan berdampak besar pada tenaga kerja dan stabilitas sosial,” imbuhnya.
Lebih jauh, ia mengingatkan bahwa dampak kebijakan tarif tersebut tak hanya menyentuh sektor perdagangan, tetapi juga bisa mengguncang stabilitas keuangan nasional melalui tekanan terhadap nilai tukar dan potensi keluarnya modal asing.
“Risiko arus keluar dana asing sangat mungkin terjadi. Pemerintah harus siap dengan strategi mitigasi di sektor finansial agar tekanan terhadap rupiah tidak semakin berat,” tutup Kholid.