Partaiku.id – Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Anna Mu’awanah, menyoroti tingginya angka korban perempuan dalam kasus penyalahgunaan layanan pinjaman online (pinjol). Ia mendorong pemerintah dan regulator untuk mengambil langkah struktural guna meminimalkan potensi risiko yang timbul dari praktik pinjol ilegal.
Dalam pernyataannya, Anna meminta pencabutan izin operasional bagi penyelenggara pinjol yang terbukti melanggar ketentuan hukum.
Fokus utama diarahkan pada kelompok rentan, terutama perempuan dengan keterbatasan akses keuangan, yang selama ini menjadi sasaran praktik ilegal.
Anna menyampaikan bahwa peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) perlu diperkuat, terutama dalam aspek edukasi keuangan yang menyasar perempuan lintas wilayah, baik perkotaan maupun pedesaan.
Tujuannya adalah membangun pemahaman keuangan yang memadai agar individu tidak mudah terdorong menggunakan layanan pembiayaan berbasis teknologi secara sembarangan.
Berdasarkan data Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, antara 2018 hingga 2024 tercatat 1.944 aduan terkait pinjol, dengan mayoritas korban adalah perempuan (62,14%).
Pelanggaran yang dilaporkan meliputi penyalahgunaan data pribadi serta intimidasi dalam proses penagihan.
Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 menjadi landasan operasional bagi sektor layanan pinjaman berbasis teknologi informasi. Hingga akhir Oktober 2024, terdapat 96 entitas pinjol yang terdaftar dan memiliki izin resmi dari OJK. Namun, dinamika pasar menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi.
Pada Januari 2025, nilai pembiayaan pinjol legal mencapai Rp 73,9 triliun, dengan porsi peminjam perempuan sebesar 53,75 persen atau sekitar Rp 39,76 triliun.
Merujuk pada Peraturan OJK Nomor 22 Tahun 2023 tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, Anna menekankan bahwa strategi penguatan edukasi harus berjalan beriringan dengan peningkatan proteksi terhadap konsumen, khususnya kelompok perempuan yang kerap terdampak secara langsung oleh aktivitas pinjol bermasalah.