Partaiku.id – Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Muhammad Khozin, melontarkan kritik terhadap Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai tidak konsisten dalam menyikapi persoalan keserentakan pemilu. Kritik ini muncul usai MK mengabulkan sebagian uji materi terhadap Undang-Undang Pemilu yang diajukan oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Putusan MK dalam Perkara Nomor 135/PUU-XXII/2024 menyatakan bahwa pelaksanaan pemilu nasional dan lokal dapat dipisahkan dengan jeda waktu hingga dua tahun enam bulan. Bagi Khozin, keputusan ini bertentangan dengan semangat dan substansi putusan sebelumnya.
“Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang dibacakan pada 26 Februari 2020 jelas menyebutkan enam skema keserentakan pemilu. Saat itu, MK menyerahkan kewenangan pengaturannya kepada pembentuk undang-undang. Tapi kini, putusan terbaru malah membatasi pilihan. Ini menunjukkan adanya paradoks,” ujar Khozin dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (28/6/2025).
Pria yang akrab disapa Gus Khozin itu menyayangkan perubahan arah putusan MK yang menurutnya berimplikasi besar terhadap arsitektur kepemiluan nasional, termasuk UU No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Ia menilai keputusan tersebut berpotensi menimbulkan ketidakharmonisan dalam penyelenggaraan pemilu nasional dan daerah ke depan.
Ia juga mengingatkan bahwa dalam putusan sebelumnya, MK mendorong pembentuk undang-undang untuk melakukan rekayasa konstitusional secara demokratis dalam menentukan model pemilu yang sesuai.
“Ketika MK sendiri mengambil alih peran itu dan menentukan skema waktu pemilu, ini jadi pergeseran peran yang tidak sejalan dengan putusan yang mereka buat sebelumnya,” tegasnya.
Gus Khozin pun mendesak agar penyusunan regulasi pemilu tetap mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, efisiensi, dan keselarasan antara pemilu nasional dan daerah.